NASIONAL – Perluasan aturan ganjil-genap di sejumlah ruas jalan di ibu kota Jakarta menyisakan masalah. Mulai dari banyaknya pengendara yang melanggar aturan lalu lintas hingga mereka yang mengelabui aparat dengan cara mengganti pelat nomor palsu.

Berdasarkan catatan Polda Metro Jaya, misalnya, sebanyak 1.102 pengendara ditilang karena melanggar aturan saat kebijakan ganjil-genap ini pertama kali diterapkan pada Rabu kemarin (1/8/2018). Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Yusuf menyatakan, Jalan MT. Haryono menjadi lokasi dengan pelanggar terbanyak.

Menurut dia, ada dua kemungkinan yang membuat pengendara melakukan pelanggaran. “Pertama itu, mungkin karena masih banyak masyarakat yang belum paham aturan baru ini. Kedua, mungkin mereka yang tertilang di daerah kantor atau rumah yang memang dekat lokasi ditilang,” kata Yusuf kepada Tirto, Rabu (1/8/2018).

Perluasan aturan ganjil-genap ini dimaksudkan untuk mengurai kemacetan saat hajatan Asian Games yang akan dimulai pada 18 Agustus. Dalam konteks ini, Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 77 Tahun 2018 ihwal pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap selama penyelenggaraan pesta olahraga akbar se-Asia itu.

Berdasarkan Pergub No. 77/2018 itu, polisi dapat menilang pengguna mobil pribadi yang kedapatan melanggar aturan. Masa berlaku peraturan tersebut berlaku mulai 1 Agustus hingga 2 September 2018, diterapkan pada pukul 06.00-21.00 WIB setiap harinya.

Para pengguna mobil pun tak kurang akal menyiasati aturan ganjil-genap ini. Sebagai contoh, agar mereka bisa melintasi ruas jalan tersebut, mereka membuat pelat nomor palsu guna mengelabui petugas agar tak kena sanksi.

Lantas, apakah penerapan aturan ganjil genap ini berpengaruh terhadap pemesanan pelat palsu selama gelaran Asian Games?

Tirto mendatangi pembuat pelat palsu di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan dan Jatinegara, Jakarta Timur. Berdasarkan pengakuan mereka, penerapan aturan ganjil-genap ini tidak berdampak signifikan pada pemesanan pelat palsu di kiosnya.

Joni Umar (56 tahun) pengusaha percetakan yang juga menerima pesanan pelat nomor ini mengaku tidak ada kenaikan pesanan menjelang Asian Games. “Tidak ada peningkatan, sama saja. Tidak ada yang berbeda dengan adanya aturan ganjil-genap,” kata Joni saat ditemui Tirto, di kiosnya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (3/8/2018).

Pria berusia 56 tahun itu mengaku selama melayani pembuatan pelat nomor kendaraan tidak pernah dirazia oleh kepolisian. “Malah pernah ada anggota polisi yang meminta saya membuatkan pelat nomor,” kata Joni.

Selain itu, Joni tidak mau membuat pelat nomor yang tidak sesuai dengan STNK. Dia juga menolak pelanggan yang ingin meminta logo Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri di pelatnya. “Bukan hak saya menggunakan logo tersebut. Saya tidak mau memalsukan itu. Saya selektif terhadap pelanggan,” kata pria asal Padang itu.

Joni menjelaskan, kualitas pelat yang ia buat berbeda dengan milik Korlantas. Pelat miliknya memiliki ketebalan 0,7 milimeter, sedangkan pelat asli 0,8-0,9 milimeter. Warna cat lebih terang milik kepolisian. Namun, kedua jenis pelat tersebut memiliki ukuran yang sama yaitu 27,5 cm x 11 cm.

Di kios miliknya yang berukuran kurang lebih 10 meter persegi itu, pembeli dapat menebus pelat nomor seharga Rp40 ribu. Bagi Joni, penerapan aturan ganjil-genap di ibu kota saat gelaran Asian Games 2018 tidak mempengaruhi penjualan pelat dan kenaikan pendapatan.

 

Hal senada diungkapkan Ari (58 tahun), penjual pelat nomor imitasi yang berada di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur. Saat reporter Tirto mendatangi kiosnya, pada Jumat (3/8/2018), Ari sedang menggarap pesanan pelat nomor milik pengendara motor. Ia membanderol pelat nomor untuk mobil seharga Rp90 ribu, sementara untuk motor Rp50 ribu.

“Bagi saya, tidak ngaruh,” kata Ari saat ditanya pengaruh aturan ganjil-genap dengan pesanan pelat nomor kendaraan yang diterimanya.

Ari mengaku, dirinya sudah memiliki pelanggan tetap dan pesanan di lapaknya tidak naik meskipun Pemprov DKI Jakarta telah memberlakukan perluasan aturan ganjil genap di sejumlah ruas jalan di ibu kota.

Selain itu, pria yang memulai usahanya sejak tahun 1999 itu bercerita, selama menjalani profesi sebagai pembuat pelat nomor imitasi ini, dirinya pernah dirazia oleh aparat. “Dulu sekitar tahun 2000-an, pernah ada aparat, entah dari mana yang mendatangi saya. Mereka mengira saya memiliki logo (Korlantas) polisi. Padahal saya tidak punya,” kata dia.

Namun, kata Ari, saat ini sudah tidak ada lagi razia yang dilakukan polisi terkait profesinya itu.

Direktur Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor (Regident) Korlantas Mabes Polri, Brigjen Pol Halim Pagarra hanya menjawab singkat terkait pemesanan pelat nomor imitasi ini, khsususnya yang melibatkan anggota kepolisian. “Dilakukan tindakan sesuai peraturan yang berlaku oleh propam,” kata Halim kepada Tirto, Jumat (3/8/2018). (Tirto.id)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini