KOTAMOBAGU – Institut Agama Islam Kotamobagu (IAIK) meminta mahasiswanya menahan diri untuk ikut aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

“Mengingat masih adanya simpang siur informasi yang ditimbulkan sehingga diharapkan mahasiswa menahan diri,” ujar Kabag Kemahasiswaan IAIK, Harianto Simbala, saat pertemuan pihak kampus dengan Kasubbag Humas Polres Kotamobagu IPTU Rusman M. Saleh.

Harianto katakan terutama kepada mahasiswa terlepas dari organisasi luar kampus. Sehingga meminta kepada mahasiswa agar tetap mengedepankan kewajiban pokok melaksanakan kuliah.

“Kami tidak melarang sebagai kaum intelektual kampus menyampaikan aspirasi masyarakat sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang. Kami juga memberikan ruang kepada mahasiswa namun jangan sampai melakuan aksi-aksi yang anarkis,” tutur Harianto.

Adapun soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, Harianto katakan bagaimana mahasiswa dapat menyampaikan dengan lebih elegan seperti diskusi ataupun melalui kajian-kajian. “Kaum intelektual kampus pasti memahami prosedur menyampaikan aspirasi secara elegan. Sehingga diharapkan bagaimana kita memahami dulu lewat kajian kemudian melakukan proses menyampaikan aspirasi, bahkan tanpa harus berteriak-teriak. Saya yakin sebagai kaum intelektual kampus paham dimana tempat yang tepat dan elegen dalam menyampaikan aspirasi rakyat,” ungkap Harianto.

Bahkan pihak kampus telah menyediakan ruang kepada mahasiswa dari program studi hukum untuk membahas bersama. Langkah itu, agar mahasiswa paham apa yang keliru dan harus dikoreksi demi kepentingan rakyat. “Jika ada masalah dan titik pangkalnya ditemukan, mari kita diskusikan bersama. Bahkan ketika persoalannya benar-benar merugikan buruh dan pekerja, kita mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Ini yang dimaksud dengan langkah kemajuan dan bernilai positif khusus bagi mahasiswa kaum intelektual,” tuturnya.

 

Ia menambahkan paling penting bagaimana menguasai setiap persoalan kemudian berikan solusi dan menempuh jalur sesuai sistemnya. Paling penting, mahasiswa sebagai kaum intelekrual dapat menghindari yang namanya bentrok dengan aparat kepolisian. “Kampus tentu ingin mahasiswa melakukan langkah menyampaikan aspirasi rakyat sesuai jalur dan prosedurnya,” tambah Harianto. (mrt)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini