Oleh: Ahmad Alheid

Ulasan Manado Post online dalam artikel berita yang disunting Grand Regar dengan judul “Daftar Proyek yang Bikin KPK ‘Obok-obok’ Bupati Boltim, Sekkab, SKPD, Warokka: Hasilnya Hari Ini” (https:/manadopost.jawapos.com/berita-utama/25/05/2023/daftar-proyek-yang-bikin-kpk-obok-obok-bupati-boltim-sekkab-skpd-warokka-hasilnya-hari-ini/) menarik untuk dibedah.

Bagi pembaca kritis, jika menyimak lebih dalam, akan menemukan bahwa artikel di atas kurang memperhatikan keberimbangan dalam penyajian berita (cover both side). Pemberitaan yang disajikan bias kepentingan tertentu, jika tidak bisa dikatakan tendensius untuk mengarahkan persepsi publik terhadap subyek berita.

Implikasi dari pemberitaan ini menciptakan citra negatif pada Bupati Boltim Sam Sachrul Mamonto, secara pribadi dan jabatan yang melekat padanya, serta Pemerintah Kabupaten Boltim secara kelembagaan.

Mengapa tidak berimbang dan cenderung tendensius? Pembaca bisa menelisik siapa saja yang dijadikan narasumber dalam bangunan artikel tersebut. Konfirmasi terhadap Sachrul dicomot dari artikel sebelumnya, dan bukan pada konteks ketika tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Wilayah IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI turun ke Boltim. Sachrul adalah sedikit dari pejabat yang meladeni pertanyaan wartawan usai dimintai klarifikasi LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) saat keluar dari gedung KPK.

Kalau pembaca membandingkan artikel yang disuguhkan redaksi Manado Post ini dan hasil reportase awak media lain yang meliput kunjungan tim Korsupgah KPK ke Boltim –Tribun Manado online, misalnya—terdapat kesenjangan informasi yang jauh. Tribun Manado lebih informatif mendeskripsikan kedatangan tim Korsupgah KPK ke Boltim dan mengkonfirmasi ke sumber utama yang jadi subyek berita.

Ada dua kelemahan mendasar yang bisa disebutkan dalam artikel Manado Post di atas jika kita ingin membedahnya lebih dalam. Pertama, Manado Post termasuk dalam daftar media yang jarang menggunakan byline dalam sajian beritanya.

Byline adalah penulisan nama jelas reporter atau pembuat berita atau artikel. Penyantuman nama penulis menjadi penting dalam rangka membangun kepercayaan pembaca terhadap media. Byline menjadi semacam referensi bagi pembaca untuk memilah tulisan siapa yang pantas dibaca dan mana yang perlu diabaikan.

Pada berita di atas, yang dicantumkan hanya nama redaktur. Sementara para reporternya hanya dituliskan entah inisial atau “nama panggilan” di ruang redaksi. Kita, para pembaca, bisa memberikan nama alias “Tuyul” misalnya bagi reporternya.

Kedua, penggunaan sumber anonim. Redaktur Manado Post barangkali perlu memeriksa panduan dari Bill Kovach dan Bob Rosenstiel –atau membaca ulasan Andreas Harsono sebagai murid langsung Bill Kovach—ihwal penggunaan sumber anonim. Media sekelas Manado Post sudah semestinya menghindari frase “menurut sumber yang layak dipercaya”, “kata sumber yang enggan namanya disebutkan”, “konon”, dan semacam itu –yang dalam gurauan satiris seorang mantan redaktur Republika Hamid Basyaib , “sumber yang layak ditempeleng.”

Sumber anonim menyulitkan pihak yang menginginkan kebenaran informasi untuk melakukan verifikasi. Jika Anda pernah menonton film All the President’s Men –kisah dua jurnalis yang menginvestigasi skandal Watergate—ada adegan di mana Bradlee meminta Bob Woodward sebagai reporter agar menambah sumber anonimnya dari satu menjadi dua. Kriteria penggunaan sumber anonim dalam isu atau kasus krusial sangat ketat. Ini perlu dicatat.

Penggunaan sumber anonim oleh Manado Post –dan kami pembaca bisa memberi nama alias “Dedemit” bagi si narasumber—terkesan longgar jika tak bisa disebut serampangan. Mereka tidak mempertimbangkan konsekwensi pemberitaannya bagi nama baik subyek berita, baik secara pribadi dan atau kelembagaan. Bagi pemirsa, jelas menimbulkan mispersepsi. Hal menakutkan, tentu saja, sebab pembaca umum akan menganggap bahwa berita yang disajikan media mainstream pasti mengandung kebenaran –tanpa memerika bahwa itu hasil wawancara “Tuyul” terhadap “Dedemit”.

Kami hanya ingin mengingatkan agar di masa mendatang Manado Post bisa menyuguhkan berita yang lebih memperhatikan kaidah jurnalistik. Kasus seperti pemberitaan di atas bisa menimbulkan dampak hukum serius jika pihak yang dirugikan mengajukan keberatan.

Penulis, pernah menggeluti dunia jurnalistik. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini