ZONA, BOLSEL— Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), soroti Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Bukit Mobungayon, Desa Dumagin B, Kecamatan Pinolosian Timur, yang telah lama menjadi masalah serius dan membutuhkan penanganan cepat.
Pasalnya, aktivitas tambang liar ini terus meluas, dimana hal ini menimbulkan dampak negatif tidak hanya terhadap ekosistem, tetapi juga memukul para petani dan perekonomian masyarakat di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).
Salah satu kelompok yang disebut-sebut sebagai dalang dari aktivitas PETI di wilayah ini adalah Kunu Makalalag Cs.
Mereka diketahui menggunakan alat berat dalam operasi tambang ilegal, yang semakin menimbulkan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan yang tak terkendali.
Aktivitas PETI ini tak luput dari perhatian Pemerintah Sulut. Kepala Dinas ESDM Sulut, Frans Maindoka, menegaskan bahwa tambang ilegal jelas melanggar hukum yang merujuk pada Undang-Undang No. 3 Tahun 2020, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 158 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin, akan dikenai sanksi pidana.
“Penambangan tanpa izin atau PETI, seperti yang diatur dalam UU Minerba Pasal 158, akan dikenakan sanksi pidana,” ucap Frans saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Senin (04/11/2024).
Selain melanggar hukum, aktivitas PETI ini juga berdampak pada perekonomian lokal. Meskipun jumlah kerugian belum bisa dipastikan, dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama sektor pertanian yang terancam akibat pencemaran dan kerusakan lahan. Ia juga menambahkan bahwa kerugian ekonomi akibat PETI akan menjadi ranah aparat hukum, khususnya pihak kepolisian, untuk menindaklanjuti.
“Saya menghimbau para pelaku untuk segera mengurus izin resmi, jika ingin melanjutkan kegiatan pertambangan. Jika tidak, pemerintah berkomitmen untuk bertindak tegas dan menutup seluruh aktivitas ilegal tersebut. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal ini, demi menjaga kelestarian lingkungan dan melindungi perekonomian lokal. Tanpa tindakan tegas, kerusakan yang lebih besar terhadap ekosistem dan ekonomi bisa saja tak terelakkan,” tutupnya.
Di sisi lain, sebelumnya Kasat Reskrim Polres Bolsel Dedy V Matahari melakukan klarifikasi status lahan di kawasan Kilo 12 yang selama ini menjadi sorotan. Menurutnya, PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) belum melakukan aktivitas eksploitasi di lokasi tersebut, melainkan masih dalam tahap eksplorasi untuk mendapatkan data lebih lanjut terkait kandungan sumber daya di dalamnya.
“Maka dari itu, pentingnya kita memahami perbedaan antara eksplorasi dan eksploitasi dalam konteks ini. Di sana itu masih tahap eksplorasi, yaitu upaya pencarian informasi tentang potensi yang ada. Oleh karena itu, belum ada eksekusi dalam bentuk eksploitasi di kawasan itu,” jelas Kasat Reskrim.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tim verifikasi ini akan mengidentifikasi pihak ketiga yang mengklaim hak pengelolaan melalui pendaftaran ke tim verifikasi yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati.
“Namun, ada dua oknum yang justru membuat SK tersebut atas nama pribadi, bukan atas nama pemerintah, tanpa mengindahkan peraturan yang seharusnya mengacu pada SK Bupati,” ujarnya.
Kasat Reskrim juga menegaskan, bahwa pembayaran ganti rugi tidak akan dilakukan jika status pengelolaan lahan telah berubah menjadi pertambangan ilegal. Menurutnya, perubahan status lahan ini, sudah berlangsung jauh sebelum ia bertugas di Polres Bolsel.
“Faktanya, di lokasi itu telah ada bekas kegiatan penambangan ilegal. Oleh karena itu, pihak JRBM tidak akan membayarkan ganti rugi kepada pihak ketiga jika status lahan sudah berubah menjadi tambang ilegal. Namun, jika statusnya belum berubah, maka ganti rugi tetap harus diupayakan untuk pihak ketiga tersebut,” pungkasnya.***