KOTAMOBAGU – Produk sapu ijuk di Kotamobagu masih digemari. Meski bahan mentah serta pembuatannya secara tradisional, namun tidak surut tergantikan oleh produk buatan pabrik.
Salah satu pengrajin produk ini yakni, Keti Muti (58) Warga Desa Sia, Kecamatan Kotamobagu Utara ini mengaku sudah 40 Tahun menggeluti usaha itu.
Setiap Minggu, Keti bersama suaminya Harsono (59) mampu membuat 250 potong sapu ijuk. Mereka terlebih dahulu mengumpulkan bahan bakunya kemudian dibuat pada hari-hari tertentu.
“Biasanya kami kumpulkan dulu bahan bakunya, ijuknya kami beli di kebun orang tak jauh dari sini, begitupun rotan dan bambunya. Kalau sudah terkumpul, kemudian dibuat ijuk, itu pada hari Jumat atau Sabtu. Biasanya dalam seminggu itu paling banyak 250 buah sapu yang kami buat, kalau dihitung-hiting perharinya itu 50 buah sapu,” ujar Keti.
Soal keuntungan dalam seminggu mampu mendapatkan Rp 400 ribu dari hasil penjualan sapu ijuk ini. Meski demikian, Diapun sudah merasa cukup dengan keuntungan itu.
“Hargayakan relatif murah, ada yang dijual Rp 3.500 hingga Rp 7.000. Kalau yang murah itu dibeli di tempat, kalau diantar itu sampai 7 Ribu tergantung jauh dekatnya. Yah lumayanlah, 400 ribu per minggu itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami,” katanya.
Untuk jangkauan pemasaran lanjutnya, sudah menjalar hingga luar Kotamobagu. Bahkan, sapu ijuknya dikenal hingga daerah tetangga. “Biasa langganan kami itu ada di Bolaang Mongondow Selatan, Amurang dan daerah lain,” tuturnya.
Ia menambahkan ada juga ada yang datang memesan langsung, sapu ijuk biasanya dibawa sendiri ke pasar lokal untuk di jual. “Ketika dibawa ke pasar tidak ada yang dibawa pulang ke rumah karena semuanya langsung terjual habis,” ungkapnya. (muri)