ZONATOTABUAN.CO – Ketua Forum Guru Tenaga Kependidikan Honorer Nonkategori usia 35 tahun ke atas (GTKHNK 35+) Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho meminta pemerintah tidak melupakan masa pengabdian mereka belasan hingga puluhan tahun, pada seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2021 . Sebab, tambahan poin bagi guru honorer usia di atas 40 tahun dengan masa kerja minimal tiga tahun, dinilai janggal.
“Jangan disamakan masa kerja tiga tahun dengan pengabdian di atas 10 tahun dong,” ujar Sigid, Kamis (11/3/2021).
Memang kata Sigid, Mendikbud Nadiem Makarim memberikan afirmasi bagi guru honorer berupa tambahan poin kompetensi teknis bagi peserta usia 40 tahun ke atas, penyandang disabilitas, dan mempunyai sertifikat pendidik (serdik). Namun, masa pengabdian guru honorer tidak dipetakan.
Seharusnya tambah Sigid, pemerintah melihat di lapangan bagaimana kondisi real guru dan tenaga kependidikan (tendik) honorer yang bertahun-tahun digaji sangat rendah, rata-rata Rp400 ribu per bulan. Bahkan ada yang Rp150 ribu. Terkadang honornya baru cair dua atau tiga bulan sekali. Pulang kerja harus cari tambahan penghasilan untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup.
Kesulitan ini lanjut Sigid, makin bertambah dengan program seri guru belajar PPPK. Guru-guru honorer memang disiapkan fasilitas belajar agar mudah mengikuti seleksi. Namun, fasilitas Kemendikbud itu harus menggunakan kuota internet sehingga menyulitkan guru honorer.
“Jangankan beli kuota paketan untuk beli beras saja repot,” cetusnya
Sigid mengungkapkan, guru honorer di daerah kesulitan jaringan sinyal internet. Ke lokasi sekolah saja ada yang keluar masuk hutan dan naik perahu.
“Silakan Mendikbud cek ke pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa,” pungkas Sigid. (jpnn)