ZONATOTABUAN.CO – Sejumlah petani di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Akibatnya, biaya sarana prasarana produksi terjadi kenaikan karena menggunakan pupuk non-subsidi.
“Kadang pupuk subsidinya ada, dan sering juga memang tidak ada. Bahkan yang ada, itu non subsidi dan harga mahal. Mengandalkan non subsidi biaya mahal dan pasti kita rugi” ujar Toan salah satu petani di Boltim.
Terkait hal itu, Bupati Boltim Sam Sachrul Mamonto, menanyakan solusi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Pertanyaan itu, disampaikan Bupati saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara tahun 2021, di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut, Rabu (31/3/2021).
Kegiatan dengan agenda Pembahasan Program Kerja TPID 2021 sekaligus pengukuhan TP2DD Provinsi Sulut ini, dihadiri oleh seluruh Kepala Daerah se Sulut, dipimpin langsung oleh Sekretaris Provinsi (Sekprov) Edwin Silangen.
“Kami selaku Pemerintah Daerah, berharap agar Pemerintah Provinsi bisa memperhatikan ketersediaan pupuk bersubsidi,” tegas Bupati.
Selain itu, Bupati menyayangkan koordinasi tingkat Pimpinan Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten terkait pengendalian inflasi masih kurang, sehingga Bupati berharap kedepan Pemerintah Provinsi dapat lebih memperhatikan daerah Boltim.
“Kami berharap agar Boltim bisa mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Provinsi, karena sejauh ini Boltim merupakan salah satu daerah penghasil Holtikultura,” tambah Bupati.
Tidak lupa, Bupati mempromosikan kekayaan alam Boltim di hadapan Pemprov.
“Boltim kaya dengan alamnya baik pantai, gunung, danau, dan keanekaragaman satwa seperti ikan dan lain sebagainya. Selain itu, juga terdapat hasil perkebunan Kopi yang kemudian hasil biji Kopi diolah menjadi bubuk murni dengan label Kopi Boltim. Kopi Boltim ini yang perlu diangkat ditingkat Provinsi bahkan Nasional,” tutup Bupati.
Menjawab pertanyaan Bupati terkait kelangkaan pupuk bersubsidi, Sekprov mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi tidak membedakan Kabupaten/Kota dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
“Jumlah pupuk yang beredar dibatasi oleh kuota dan mungkin perlu pengawasan terhadap distribusi dan penyaluran yang tepat sasaran,” jawab Sekprov. (*/Murianto)