tirto.id – Puan Maharani resmi menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 2019-2024. Anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang juga cucu sang proklamator Ir. Sukarno ini merupakan Ketua DPR perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.
Penetapan sekaligus pelantikan Puan Maharani sebagai orang nomor satu di parlemen dilakukan pada Selasa (1/10/2019) dalam rapat paripurna ke-2 DPR RI di Jakarta. Puan–yang merupakan politikus PDIP, pemenang Pileg 2019–ditetapkan bersama empat orang lain yang akan mengisi posisi Wakil Ketua DPR.
Mereka adalah: Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Azis Syamsuddin (Golkar), Rahmat Gobel (Nasdem), dan Muhaimin Iskandar (PKB).
Pengambilan sumpah Puan disaksikan langsung oleh sang ibunda. Hadir pula Pramono Anung (bekas Sekjen PDIP/Menteri Sekretaris Kabinet) dan Hasto Krisyanto (Sekjen PDIP).
Usai diresmikan, Puan–yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI–berjanji akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
Dia juga menegaskan DPR di bawah kepemimpinannya tidak akan anti-kritik, dan “akan selalu terbuka terhadap setiap aspirasi dan masukan dari masyarakat.”
Belajar dari Ayah-Bunda
Apa yang dicapai Puan seolah melanjutkan rekor yang pernah ditorehkan oleh ibunda dan kakeknya: selalu menjadi yang pertama. Megawati adalah perempuan pertama yang menjabat sebagai presiden, sementara Sukarno adalah presiden pertama.
Meski demikian, karena garis keturunan itulah Puan kerap dicibir. Ia dianggap tidak punya kualitas dan hanya mendompleng nama besar trah Sukarno serta pengaruh sang ibunda.
Namun, Puan jalan terus. Tidak peduli apa kata orang, karier politik istri dari Hapsoro Sukmonohadi ini justru berjalan sangat mulus–meskipun secara pencapaian tidak terlalu menonjol–dan mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu.
Dikutip dari Wajah DPR dan DPD 2009-2014: Latar Belakang Pendidikan dan Karier (2010), Puan Maharani dilahirkan di Jakarta pada 6 September 1973. Putri kandung dari pasangan Taufik Kiemas dan Megawati Soekarnoputri ini memiliki nama lengkap Puan Maharani Nakshatra Kusyala.
Persinggungan Puan dengan politik untuk pertama kalinya terjadi saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di usia menjelang remaja itu, Puan mengikuti perjalanan politik sang ibunda yang tengah ditekanan Orde Baru.
Saat Puan berumur 13 tahun, tepatnya pada 1986, Megawati memasuki dunia politik praktis setelah ‘lulus’ di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Megawati terpilih sebagai Wakil Ketua Partai Demokrasi Indonesia (PDI) cabang Jakarta Pusat.
Setahun berselang, salah satu anak perempuan kesayangan Bung Karno ini langsung menjadi anggota DPR. Perjalanan karier politik Megawati selanjutnya penuh rintangan karena berhadapan dengan rezim Soeharto, yang tidak lain musuh bapaknya sendiri.
Puan mengikuti langsung masa-masa terjal itu. Bahkan, ia menyaksikan langsung ketika ibunya “digencet” oleh penguasa usai terpilih sebagai Ketua Umum PDI pada 1993.
Nantinya, Megawati benar-benar disingkirkan dari PDI, sebelum akhirnya membentuk PDIP.
Puan juga belajar banyak tentang politik dari sang ayah. Sama seperti Megawati, Taufik Kiemas juga aktif di GMNI sebelum bergabung dengan PDI dan terpilih sebagai anggota DPR/MPR pada 1992.
Jejak Politik Putri Mahkota
Mengamati perjalanan politik ayah dan ibunya dari dekat sekali membuat Puan benar-benar tertarik dengan bidang itu. Ia memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) dan mengambil jurusan Komunikasi Massa.
Ia lulus tahun 1997, satu tahun sebelum Soeharto tumbang.
Semasa mahasiswa, Puan sempat merasakan dunia jurnalistik dengan magang di Majalah Forum Keadilan. Selain itu, dia juga pernah mengurusi bisnis Stasiun Pengisian Bahan Umum (SPBU), salah satunya, dikutip dari Gamma (2001), SPBU di Pluit Jakarta Utara.
Puan akhirnya terjun ke dunia politik praktis. Bermula dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNIP), ia lantas bergabung dengan PDIP, partai yang sejak lahir sudah dipimpin ibunya sampai sekarang.
Puan menempati posisi sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat sejak 2005.
Di Pemilu 2009, Puan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah V yang meliputi Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali. Dalam beberapa kesempatan saat berkampanye, Megawati menyatakan bahwa Puan adalah penerusnya.
Hasilnya, sebagaimana tercatat dalam Pemilu 2009 dalam Angka (2009), Puan terpilih dengan suara terbanyak kedua di tingkat nasional, yaitu 242.504 suara, di bawah perolehan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), putra kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masih menjabat saat itu, dengan 327.097 suara.
Di parlemen, Puan yang tergabung di Komisi IV DPR (membidangi pertanian, pangan, maritim, dan kehutanan) dipercaya menjadi Ketua Fraksi PDIP sejak 23 Januari 2012.
Karier Puan di DPR berlanjut pada periode berikutnya. Di Pemilu 2014, ia kembali maju di dapil yang sama dan meraih 369.927 suara. Puan pun kembali duduk sebagai wakil rakyat, kali ini di Komisi VI DPR yang membidangi industri, investasi, dan persaingan usaha.
Menteri Kesayangan Jokowi?
Baru sejenak kembali ke parlemen, Puan ditunjuk oleh presiden pemenang Pilpres 2014, Joko Widodo (Jokowi), untuk masuk ke kabinet.
Puan didaulat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Kabinet Kerja. Puan disebut-sebut sebagai salah satu menteri kesayangan presiden, barangkali karena statusnya sebagai putri dari Ketua Umum PDIP, partai yang melejitkan pamor Jokowi di kancah politik nasional.
Hendra Budiman dalam Para Pembisik Jokowi: Agenda Kepentingan yang Tersembunyi (2015) bahkan menyebut: “Puan memang mendapat perlakuan istimewa dari Jokowi. Dialah satu-satunya calon menteri yang tidak pernah dipanggil menghadap ke Istana saat seleksi menteri oleh Jokowi”
Puan bilang dia tidak dipanggil ke Istana karena sudah mengenal dekat Jokowi sejak lama. “Beliau (Jokowi) memang sudah mengerti saya. Sudah sama-sama paham sifat, kekurangan, dan kelebihan,” elaknya.
Puan mengatakan menteri dari PDIP yang ditunjuk Jokowi wajib dapat restu dari Megawati. “Harus seizin Bu Mega, tidak boleh kalau tidak mendapat restu. Pak Jokowi, kan, dari PDIP. Jadi tidak mungkin melewati Bu Mega begitu saja,” kata Puan, 23 September 2014, dikutip dari Kompas.
Di Kabinet Kerja periode pertama, Jokowi beberapa kali melakukan bongkar-pasang menteri. Puan Maharani adalah satu-satunya Menko yang tidak pernah tersentuh reshuffle kabinet.
Nama Puan sempat masuk bursa salah satu calon wakil presiden (cawapres) yang akan dipasangkan dengan Jokowi di Pemilu 2019. Namun pada akhirnya Jokowi berpasangan dengan Ma’ruf Amin.
Kini Puan Maharani sudah punya pekerjaan baru untuk lima tahun ke depan. Pekerjaan yang sekaligus merupakan pencapaian tertinggi dalam karier politiknya sejauh ini. (tirto.id – isw/abd)
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Abdul Aziz