ZONA BOLSEL – Praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kilometer 12 Desa Dumagin B, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) telah menjadi sorotan. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang seharusnya dilindungi kini dirambah untuk aktivitas tambang ilegal.
Kelompok penambang, yang dipimpin oleh Kunu Makalalag Cs, mengklaim memiliki izin peruntukan lahan, dampak kerusakan yang dihasilkan tak bisa diabaikan.
Dampak Lingkungan yang Merusak Menurut Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Rizal Kasli, praktik PETI ini bukan hanya merusak lahan, tetapi juga mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Penggunaan merkuri dan bahan berbahaya lainnya dalam proses penambangan meningkatkan risiko penyakit serius, termasuk kanker dan kelahiran bayi cacat.
“Kita sedang berbicara tentang kerusakan yang tak bisa diperbaiki begitu saja. Lahan hutan yang rusak tak ada pertanggungjawaban, padahal harusnya ada reklamasi dan rehabilitasi,” ujar Rizal. Selain itu, sumber daya air yang terkontaminasi berpotensi menyebabkan bencana lingkungan yang lebih luas.
Kerugian Ekonomi dan Sosial Praktik PETI juga menyebabkan kerugian ekonomi bagi Bolsel.
Pendapatan daerah dari pajak tergerus, dan masyarakat tidak merasakan manfaat ekonomi yang seharusnya datang dari tambang yang legal dan dikelola dengan baik.
Selain kerusakan lingkungan, tambang ilegal juga menyulut ketegangan sosial, terutama antara masyarakat dan pihak berwenang.
Kapolres Bolsel melalui Kasat Reskrim Polres Bolsel, Dedi Vengky Matahari, menegaskan bahwa aktivitas PETI di lokasi tersebut telah dihentikan.
Namun, permasalahan dengan Kunu Makalalag Cs belum sepenuhnya selesai, terutama terkait tuntutan ganti rugi lahan yang mereka ajukan kepada PT JRBM. “Kami akan menindak tegas jika aktivitas tambang ilegal masih berlangsung,” tegasnya.
Bolsel saat ini adalah menghentikan kerusakan yang diakibatkan oleh PETI dan memastikan tidak ada lagi aktivitas ilegal di masa depan. “Kalau aktivitas ini terus dibiarkan, masa depan daerah dan masyarakat Bolsel yang akan jadi korban,” ujar Rizal.
Bolsel kini dihadapkan pada pilihan sulit: membiarkan praktik ilegal yang merusak lingkungan dan kesehatan, atau mengambil langkah tegas untuk melindungi sumber daya alam yang merupakan warisan bagi generasi mendatang.***